Minggu, 01 Juli 2012

www.ihsan.co.nr SYUKURI NIKMATMU...

“Bro…. hayoooo….” Sayup – sayup terdengar suara memanggilku.

Setelah kupandangi sekitar, ternyata saya ditinggal sendirian di dalam masjid. Ah…. ketiduran kali ya saya barusan. Tapi kok, tadi ada yang manggil saya pakai bahasa gaul gitu…. pake bro… segala.

“Bro…. teh manis sudah menanti tu… di rumah.” Terdengar panggilan lagi. Namun kali ini saya sudah sadar, siapa yang memanggil saya, kang Soleh. Hemmm kok tumben Kang Soleh agak gaul seperti itu.

“He..he.. kang, kok panggil saya pake bro….? “ tanya saya.

“Ah…. cuma sok muda dikit… itu loh…. liat di twitter… pada manggil pake bro….” jawab kang Soleh.

Sesaat kemudian sayapun berjalan bersama kang Soleh menuju rumahnya, yang jaraknya hanya sekitar seratus meteran dari masjid tempat kami shalat berjamaah.

“Gimana kamu, sudah agak tenang kan sekarang ?” tanya kang Soleh.

“Alhamdulillah kang, sedikit mereda.” Jawab saya.

Sebenarnya diam –diam dalam hati, saya malu bila berkunjung ke tempat Kang Soleh karena lebih banyak membawa masalah ketimbang membawa sebuah solusi. Namun namanya juga Kang Soleh selalu saja terbuka buat teman sharing, dan lebih banyak memberi inspirasi tanpa menggurui.

Celotehnya tidak mendoktrin namun memberi motivasi, guyonannya tidak hanya memberikan tawa… namun ada makna yang ia sempilkan didalamnya.

“Namun gini kang, ada yang masih mengganjal dalam hati saya ?” sayapun mulai memulai pembicaraan.

“Ganjalnya dibuang ……” jawab Kang Soleh.

Sayapun terkekeh mendengar jawaban kang Soleh, walaupun dalam hati membetulkan.

“Kalau orang lagi terhimpit beban dunia, kok malah dibilang “harusnya membuat lebih bisa bersyukur, karena bisa menyadarkanmu bahwa nikmat dari Alloh tak bisa engkau hitung dengan apapun”, itu membuat saya bingung Kang ?” tanya saya.

“Bingungnya yang mana ?”jawab kang Soleh enteng.

“Orang lagi terhimpit, kok dijadikan sarana untuk bisa lebih bersyukur…….” Jawab saya.

Mendengar pertanyaan seperti itu, kang Soleh masih dalam keadaan duduk tiba – tiba mengangkat kedua tangannya, sedangkan telapak kedua tangannya dihadapkan persis di muka saya. Saya dalam hatipun bingung, mau nunjukan apa – apaan nih kang Soleh.

“Coba kamu lakukan seperti yang saya lakukan !” kang Soleh menyuruh saya melakukan hal yang sama kepada saya. Sayapun masih dalam keadaan ragu mengikuti perintah Kang Soleh, kuangkat kedua tangan saya dengan telapak tangan menghadap ke depan, ke muka Kang Soleh.

“Coba kamu lihat dan focus ke tangan kiri kamu !” perintah Kang Soleh.

“Ketika kamu fokus ke tangan kirimu, apakah dengan jelas kamu bisa melihat punggung telapak tangan kananmu ?”

“Enggak kang “ jawab saya.

“Ya sudah……sekarang turunkan lagi !” suruh Kang Soleh.

Sejenak kemudian kang Soleh, berkata,

“Ketika kita menghadapi sebuah masalah, kita terlalu fokus kepada masalah itu sendiri. Dalam ilustrasi tadi, terlalu fokus melihat tangan kiri, padahal ada tangan kanan …. namun tidak bisa terlihat dengan jelas.”

“Maksudnya gimana kang ?”

“Ketika dirundung masalah duniawi, energi dihabiskan untuk memikirkan masalah itu sendiri….. padahal di saat yang bersamaan nikmat yang diberikan Alloh masih begitu besar, dan tak kan bisa dihitung.” Jelas Kang Soleh.

Belum selesai Kang Soleh berbicara, tiba – tiba di pintu ada yang ucapkan salam.

“Assalamu’alaikum…..”

“Wa’alaikum salam ….” Sayapun ikut menjawab, salam dari seorang tamu.

“Eh… silahkan masuk mas…..”

Setelah dipersilahkan masuk, seorang pemudapun ikut duduk disamping saya. Setelah berbasa basi sebentar si pemuda itupun, mulai berbicara kepada Kang Soleh.

“Punten kang, saya utusan dari keluarga Pak Saeful kesini, hanya mau ngasih kabar buat Kang Soleh, bahwa Pak Saeful sekarang sedang di rumah sakit, besok pagi rencana mau dioperasi karena penyakit ginjal yang ia derita, mohon perkenan Kang Soleh bersama jamaah di masjid untuk mendo’akan kesembuhan Pak Saeful.”

Mendengar uraian pemuda itu, saya lama terdiam. Dalam hati saya, tak henti – hentinya beristighfar. Sayapun tanpa sadar membayangkan, seandainya saya jadi Pak Saeful. Seandainya saya menjadi Pak Saeful, tentu akan saya korbankan harta yang saya miliki, demi sebuah kesembuhan dari beban penyakit yang mengidap dalam tubuh saya.

Sesaat kemudian pemuda itupun pergi, dalam hati saya masih merenung.

"Kok, diam ?" tanya Kang Soleh.

"Saya sudah tau jawabannya kang"

"Kesehatan yang saya miliki, nilainya sungguh - sungguh diatas masalah yang sedang saya hadapi, namun saya tidak bisa melihat nikmat kesehatan itu sendiri."

Sesaat kemudian Kan Soleh berkata,

"Nah...alhamdulillah mulai sadar..."

"Berapa nilai jantung kamu ?, Berapa nilai ginjal kamu ?, berapa nilai rambut kamu ?, Berapa nilai otak yang ditanam di kepalamu ?"

"Kamu seolah sedang terjatuh dalam sebuah jurang yang dalam. Kamu ratapi nasibmu, kamu sesali perjalananmu...namun tidak sadar bahwa disampingmu ada sebuah tangga yang bisa mengantarkanmu ke atas."

"Semoga kabar pemuda itu, bisa menjadi sarana penyadaranmu, bahwa kamu masih punya banyak hal...disaat kamu sedang merasa tidak punya apa - apa...tidak punya tempat berkeluh kesah..."

"Jika kamu sudah bisa menyadari bahwa kamu masih mempunyai banyak hal sebagai anugerah dari Alloh..setahap demi setahap kamu bisa mengerti makna syukur" "Barangkali inilah salah satu cara Alloh, menunjukkan kepadamu bahwa kamu memang harus bisa bersyukur..."

"Digelapkan duniamu...dihimpit berbagai tekanan makhluk..., supaya kamu bisa kembali melihat anugerah Alloh yang telah diberikan kepadamu, namun selama ini kamu tidak bisa bersyukur...karena tertutup nafsu duniamu...."

Merinding bulu kuduk saya...begitu teriris perasaan saya mendengar uraian Kang Soleh.

Wallahu a'alam.


Kangtris
Selengkapnya...

Kamis, 19 April 2012

www.ihsan.co.nr Capek BERDOA


Pagi - pagi, terlihat Badrun nongkrong di tempat Kang Soleh. Wajahnya terlihat sedikit memerah. Sementara diluar angin pagi berhembus semilir, meniup daun di pepohonan dengan lembut. Sinar mataharipun mulai terlihat di ufuk timur, seolah tanpa lelah menunaikan tugasnya.

”Drun, kamu kenapa ? pagi – pagi gini sudah pasang muka serem ... ” ledek Kang Soleh.

”Saya sudah capek berdo’a kang....”, kata Badrun tiba – tiba......

Mendengar ungkapan Badrun, wajah Kang Soleh terlihat memerah, sambil berkata, ”istighfar kamu Drun...... istighfar......”.

Suasana kemudian menjadi sepi, Kang Soleh terlihat seperti mendengar suara halilintar yang menyambar – nyambar. Sementara Badrun terlihat bersungut – sungut.
Setelah agak lama, terlihat Kang Soleh meminum segelas air putih.

”Kamu menjadi begini, asalnya kenapa ?”

”Saya sudah lama berdo’a, tapi kok lama sekali ga dikabulkan sama gusti Alloh.” jawab Badrun.

Sejenak Kang Soleh mengambil nafas panjang, kemudian perlahan – lahan senyum khas Kang Soleh mulai menebar.

”Drun, barangkali kamu lupa... waktu kita sama – sama ngaji ke kyai Ilyas ya...”

”Lupa..... apanya kang ?”

”Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seseorang dari kalian akan terkabul (do’anya) selama ia tidak tergesa-gesa mengucapkan kalimat, ‘Sungguh, aku telah memohon kepada-Mu wahai Rabbi, namun belum juga terkabul’”

”Astaghfirullohal ’adzim.....” terdengar lirih suara Badrun.

Sejenak wajah kang Soleh sedikit menunduk. Kemudian berkata :

” Drun, ingat.... do’a kita mungkin bunyinya sudah bagus, munajat kita sangat indah .... namun barangkali hati kita tidak beradab ketika berdo’a.”

”Do’a kita tidak lebih memaksa Alloh untuk menuruti selera kita, memanfaatkan suasana terjepit kita, bahkan tak lebih dari protes kita kepada – Nya”

”Hilangkan semua itu ..... berdoalah sebagai wujud kehambaan kita yang sangat butuh, sangat lemah, sangat hina dan tak berdaya.

”Ingatlah.... do’a lebih utama dibanding terkabulnya do’a, karena dalam do’a ada munajat komunikatif dan interaktif dengan Allah SWT.”


Wallahu ’alam.


Kangtris
Selengkapnya...

www.ihsan.co.nr Hanya Bergantung Kepada ALLAH


Mendengar penjelasan Kang Soleh, tentang kebergantungan hanya kepada Alloh, Firman masih duduk termenung. Raut wajahnya kelihatan sedikit agak tenang, namun sorot matanya terlihat membumbung tinggi ke awan. Nafasnya terdengar memanjang. Perlahan – lahan iapun mulai berbicara.

“ Berarti berkurangnya harapan, karena masih menggantungkan kepada amal, ya kang ?” tanya Firman.

“ Mestinya, kamu sudah bisa menjawab pertanyaanmu….” Jawab Kang Soleh.

“ Supaya hati tidak bergantung kepada amal, gimana Kang ?” tanya Firman.

Kang Soleh, ikut termenung mendengar pertanyaan Firman.

“ Kamu ngaji yang bener…. cari guru pembimbing yang bener…….” jawab Kang Soleh sekenanya.

“ Itu sudah pasti lah kang……, kasih sedikit pencerahan ya….?” Pinta Firman.

“ Pertama – tama seorang dalam beramal, biasanya melihat dengan beramal itulah yang membawanya kehadirat Alloh. Segala aktivitasnya dijadikan kendaraan untuk menuju Alloh. Bila kamu dalam berbisnis, itupun bisa dijadikan kendaraan menuju Alloh.

Ia melihat melalui penyebab amalnya, aktivitasnya, ia berharap menuju Alloh. Amaliahnya ini yang dijadikan alat menuju Alloh.

Pada tahap selanjutnya, pandangannya akan berubah. Ia melihat amaliah, aktivitas yang ia lakukan bukan lagi sebagai alat, namun mutlak karunia Alloh semata, dan kehampirannya kepada Alloh juga mutlak karena karunia Alloh semata.”

“ Masih agak bingung kang ??????” tanya Firman.

“ Dengarkan dengan hatimu…..”

“ Rubahlah dari bergantung kepada amal, kepada pemberi amal itu sendiri….. karena kamu bisa beramal, bukan karena kemampuanmu, kepintaranmu… namun karunia Alloh semata.”

“ Terus ????? “ sela Firman.

“ Kalau kamu mau dikasih proyek sama seseorang saja, kamu semangat, masa….. mau dikasih pemberi maha proyek, kamu ga semangatttt ? “

“ Tandanya saya lagi dikasih karunia gimana kang ? “ sela Firman lagi.

“ Kamu diberi taat dalam ibadahmu…….”

Wallahu a’lam

Kangtris
Selengkapnya...

www.ihsan.co.nr TASBIH Sang NENEK


Sekitar jam 18.30 malam tanggal 31 Desember 2011, selepas maghrib saya berangkat dari Jakarta, hendak menuju Semarang, untuk rencana bersilaturahim dengan keluarga di sana. Kebetulan untuk kali ini saya berangkat sendirian, karena keluarga kebetulan sudah mendahului pergi ke sana, sedangkan saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan, sehingga baru malam ini saya bisa berangkat.

Seperti rutinitas tahun – tahun sebelumnya, sepanjang perjalanan relatif padat karena kebetulan malam tahun baru masehi 2012, sehingga dalam perjalanan dari Sumedang hingga Brebes jalan – jalan diramaikan dengan berbagai konvoi kendaraan. Hingga kurang lebih jam 01.30 dinihari, rasa kantuk mulai menyerang saya, hingga saya masuk ke sebuah SPBU di tegal timur, saya tidak ingat persis, tapi yang jelas sudah mendekati daerah Pemalang.

Ketika mulai memasuki SPBU, saya lihat keadaan sepi, yang parkir justru kebanyakan truk gandeng, saya hanya melihat sebuah kendaraan carry pick up yang sedang parkir. Sambil melihat kanan kiri, sayapun memarkir kendaraan di sebelah kanan carry pick up tersebut. Setelah ambil nafas panjang sebentar, sayapun bergegas menuju tempat wudhu, untuk berwudhu, kemudian menuju kendaraan lagi, dengan niat untuk tidur sesaat karena kantuk begitu terasa.

Namun, sebelum saya masuk ke kendaraan, entah mengapa, saya mendekati seorang nenek yang duduk persis di sebelah kanan tempat parkir kendaraan saya. Terlihat seorang nenek dengan muka telah keriput, berkerudung hitam, berbaju abu- abu, sedang duduk tenang. Sementara di depannya terlihat sebuah bakul, dengan diatasnya terjejer makanan seperti lontong, gorengan, dan sejenisnya. Pada saat itu, situasi benar – benar sepi, mungkin kalau bukan karena rasa kantukpun saya cepat pergi dari tempat ini.

Kembali ke nenek itu, setelah saya mendekat mencoba duduk di sebelah nenek itu, sambil tangan saya memijit – mijit kaki saya, untuk melepas rasa capek.
sampai jam berapa nek, kalau jualan ?” tanya saya kepada si nenek.
ya sampai sehabisnya, kadang jam 3, kadang juga lebih.” jawab nenek.
Tidurnya kapan ?”, tanya saya lagi.
Sehabis shubuh saya baru tidur.” jawab nenek.

Di tengah rasa capek, dan ngantuk sayapun mencoba menatap sang nenek, ”kasihan sekali”. batin saya. Sayapun memandang ke bawah,sambil termenung, ”di saat hampir sebagian besar orang sedang tidur, si nenek justru terbangun. Di saat seusia ia, kebanyakan orang menikmati masa tuanya, justru ia masih bekerja mencari nafkah.”

Lintasan fikiran sayapun terus berkelana, hingga dalam hati berkata, ”alhamdulillah, keluarga saya, bapak saya, ibu saya, ataupun nenek dan kakek saya, tidak ada yang mengalami nasib seperti si nenek ini. Nenek sayapun sudah lanjut usia, namun di usia yang sudah senja, aktifitas hariannya hanya duduk, nimang cucu, serta nunggu saat sholat tiba, karena kebetulan rumah di komplek masjid.”

Saat lintasan diatas terus berkelana, sebagai ungkapan rasa syukur, justru saya jadi teringat cerita seorang wali Allah, Syeikh Sariy as Saqathy yang pernah berkata, ”Tiga puluh tahun aku beristighfar memohon ampun Allah atas ucapanku sekali, Alhamdulillah”.
Lho bagaimana itu ?”, tanya seseorang yang mendengarnya.
Kemudian syeikh menjelaskan, ”Ada kebakaran di kota Baghdad, lalu ada orang yang datang menemuiku dan mengabarkan bahwa tokoku selamat tidak ikut terbakar. Aku waktu itu spontan mengucap, ”Alhamdulillah!”, maka ucapan itulah yang kusesali selama tiga puluh tahun ini. Aku menyesali sikapku yang hanya mementingkan diri sendiri dan melupakan orang lain.

Tigapuluh tahun menyesali perbuatannya, dan memohon ampun kepada Allah, hanya karena secara spontan berkata ”Alhamdulillah”, sebagai refleksi atas keegoisan diri, di tengah – tengah penderitaan lingkungan. Sayapun jadi malu, jangan – jangan ”rasa syukur” saya hanyalah ”luapan egoisme diri belaka”.
Dan ternyata, rasa malu sayapun tak berhenti disitu. Setelah agak lama terdiam di tengah lintasan fikiran saya, sang nenek berkata, ”Saya jualan ini, karena dengan jualan makanan seperti ini, saya bisa berharap dapat pahala, karena saya telah menjual makanan, yang dengan makanan ini, orang mempunyai tenaga, dengan tenaga itu seseorang bisa beribadah. Selain itu, sambil menunggu orang yang beli, sayapun bisa sambil bertasbih seperti yang diajarkan guru ngaji di mushola kampung saya.

Astaghfirullah...., diam – diam bergolak batin saya, ternyata nenek yang saya hadapi adalah laksana malaikat yang sedang mengingatkan kelalaian saya. Tak terasa air mata inipun meleleh, rasa kantuk yang tadinya melanda hilang seketika. Saat tertatih tatih rasa malu saya, sayapun mohon ijin kepada si nenek, untuk pergi ke mushola untuk sholat. Setelah sholat sayapun bersimpuh ke Illahi Rabbi, sambil terisak.... atas kelalaian yang terlintas di benak saya.

Wallahu A'lam...
Selengkapnya...

Rabu, 18 April 2012

www.ihsan.co.nr MALAM PERTAMA


Satu hal sebagai bahan renungan kita...
Tuk merenungkan indahnya malam pertama
Hari itu...mempelai sangat dimanjakan
Mandipun...harus dimandikan...

Ini bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata
Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam dan Hawa
Justeru malam pertama 'perkawinan' kita dengan Sang Maut
Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara

Seluruh badan kita terbuka....
Tak ada sehelai benangpun menutupinya..
Tak ada sedikitpun rasa malu...
Seluruh badan digosok dan dibersihkan
Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan
Bahkan lubang ? lubang itupun ditutupi kapas putih...

Itulah sosok kita....
Itulah jasad kita waktu itu
Setelah dimandikan...,
Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih
Kain itu ...jarang orang memakainya..
Karena bermerk sangat terkenal, yaitu "Kafan"
Wewangian ditaburkan ke baju kita...
Bagian kepala..,badan..., dan kaki diikatkan

Tataplah....tataplah...itulah wajah kita
Keranda pelaminan... langsung disiapkan
Pengantin bersanding sendirian...
Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga
Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita
Diiringi langkah gontai seluruh keluarga
Serta rasa haru para handai taulan
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah kudus

Akad nikahnya bacaan talkin...
Berwalikan liang lahat..
Saksi - saksinya nisan-nisan..yang tlah tiba duluan
Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan
dan akhirnya.....
Tiba masa pengantin..
Menunggu dan ditinggal sendirian...
Tuk mempertanggungjawabkan seluruh langkah kehidupan
Malam pertama bersama 'kekasih'..

Ditemani rayap - rayap dan cacing tanah
Di kamar bertilamkan tanah..
Dan ketika 7 langkah telah pergi....
Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...
Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...
Ataukah kita kan memperoleh Siksa Kubur.....
Kita tak tahu...dan tak seorangpun yang tahu....
Tapi anehnya kita tak pernah galau ketakutan....
Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima
Kita sungkan sekali meneteskan air mata...
Seolah barang berharga yang sangat mahal...

Inilah masa menunggu sebelum tibanya hari akhir dari segala-galanya..
Akankah sejak malam ini kita menunggu untuk ke surga atau ke neraka..
Mungkin tak pantas kita rasanya menjadi ahli syurga...
Tapi....tapi ....sanggupkah kita menjadi ahli neraka...

Wahai Sahabat...mohon maaf...jika malam itu aku tak menemanimu
Bukan aku tak setia...
Bukan aku berkhianat....
Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan
Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga

Aku berdo'a...semoga kita bisa khusnul khotimah sehingga jadi ahli
syurga.
Amien....Amien...Amien Ya Robb...
Selengkapnya...

Rabu, 04 Januari 2012

www.ihsan.co.nr CATATAN PERJALANAN


"Setiap langkah dan tarikan nafas kita, akan menjadi kitab yang berupa catatan perjalanan kita untuk kembali kepada-Nya. Segala isi dalam kitab kita, akan kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya, apa saja yg tulis... hitam atau putih, baik apa buruk, indah atau buram ...semua ada pertangungan jawab-Nya...

Tetapi bukan itu intinya yang Allah tuntut dalam kitab kita, bukan isi tulisanya tapi dengan tinta apa yg kitab itu kita tulis...,
Sebaik apa tulisan itu, kalau kita goreskan dengan "tinta dari ke-aku-an" diri (kita merasa bisa, berilmu, kuat, dan sebagainya) pasti tdk Dia terima, justru akan Allah lemparkan kitab itu ke muka kita.

Dan seburuk apapun yg kita tulis dalam kitab itu, asalkan kita goreskan tinta "dengan kesadaran bahwa Allah ada dan meliputi gerak langkah kita" niscaya akan indah dan mempesona,...
Qodrat dan irodat, qodha'dan qodar... tiadalah mampu kita menolaknya.. itu sudah Nas-Nya.
Hanya dengan selalu bersama-Nya di dalam keduanya itulah.. tinta yg Mulya... janganlah pernah terlepas "kesadaran kita" akan hadir-Nya,...
Karena kebaikan belum bisa selamatkan kita (Justru cenderung akan menyesakan kita, bila terlena, tiada syukur di dalamnya)...
begitu juga keburukan juga tidak mampu selamatkan kita, hanya Al Haq (kebenaran, kesadaran kita akan sumber dari yg baik dan buruk)... dari Allah dan hanya Allah yang menyelamatkan kita... bukan kebaikan dan keburukan,..

Jadi intinya yang kita cari dan kita buru, bukan apa yang akan kita tulis dalam kitab kita, tapi dengan apa tinta apa, untuk menggoreskan dan mengisi kitab kita. Tinta sesungguhnya (Allah) yang membuat goresan kekal dan dikenang selamanya, atau tinta yang sifatnya sementara, fana' yaitu tinta (kesadaran bahwa diri yang bisa melakukanya), yang akan hilang hanya karena angin dan hujan (riya', ujub dan lain sebagainya)......

Semoga Allah senantiasa bersama kita, dan meridhoi semua apa yag telah dan akan kita lakukan... Amin... Amin Ya Robbal Alamin...

Wallahu a'lam...



Kedai Sufi
Selengkapnya...

Rabu, 21 Desember 2011

www.ihsan.co.nr KISAH SEJATI SEORANG IBU


Di sebuah rumah sakit bersalin, seorang ibu baru saja melahirkan jabang bayinya. "Bisa saya melihat bayi saya?" pinta ibu yang baru melahirkan itu penuh rona kebahagiaan di wajahnya. Namun, ketika gendongan berpindah tangan dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, si ibu terlihat menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit, tak tega melihat perubahan wajah si ibu. Bayi yang digendongnya ternyata dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Meski terlihat sedikit kaget, si ibu tetap menimang bayinya dengan penuh kasih sayang.

Waktu membuktikan, bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari, anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan si ibu sambil menangis. Ibu itu pun ikut berurai air mata. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Sambil terisak, anak itu bercerita, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."
Begitulah, meski tumbuh dengan kekurangan, anak lelaki itu kini telah dewasa. Dengan kasih sayang dan dorongan semangat orangtuanya, meski punya kekurangan, ia tumbuh sebagai pemuda tampan yang cerdas. Rupanya, ia pun pandai bergaul sehingga disukai teman-teman sekolahnya. Ia pun mengembangkan bakat di bidang musik dan menulis. Akhirnya, ia tumbuh menjadi remaja pria yang disegani karena kepandaiannya bermusik.
Suatu hari, ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuk putra Bapak. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Maka, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya kepada anak mereka.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki itu, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata si ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Ia pun seperti terlahir kembali. Wajahnya yang tampan, ditambah kini ia sudah punya daun telinga, membuat ia semakin terlihat menawan. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian, ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia lantas menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."
Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari, tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut. Pada hari itu, ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, si ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku. Sang ayah lantas menyibaknya sehingga sesuatu yang mengejutkan si anak lelaki terjadi. Ternyata, si ibu tidak memiliki telinga.

"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik si ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya, ‘kan?"
Melihat kenyataan bahwa telinga ibunya yang diberikan pada si anak, meledaklah tangisnya. Ia merasakan bahwa cinta sejati ibunya yang telah membuat ia bisa seperti saat ini.
Para netter yang luar biasa,
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh, namun ada di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun justru pada apa yang kadang tidak dapat terlihat. Begitu juga dengancinta seorang ibu pada anaknya. Di sana selalu ada inti sebuah cinta yang sejati, di mana terdapat keikhlasan dan ketulusan yang tak mengharap balasan apa pun.

Dalam cerita di atas, cinta dan pengorbanan seorang ibu adalah wujud sebuah cinta sejati yang tak bisa dinilai dan tergantikan. Cinta sang ibu telah membawa kebahagiaan bagi sang anak. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni. Karena itu, sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan jasa seorang ibu. Sebab, apa pun yang telah kita lakukan, pastilah tak akan sebanding dengan cinta dan ketulusannya membesarkan, mendidik, dan merawat kita hingga menjadi seperti sekarang.

Mari, jadikan ibu kita sebagai suri teladan untuk terus berbagi kebaikan. Jadikan beliau sebagai panutan yang harus selalu diberikan penghormatan. Sebab, dengan memperhatikan dan memberikan kasih sayang kembali kepada para ibu, kita akan menemukan cinta penuh ketulusan dan keikhlasan, yang akan membimbing kita menemukan kebahagiaan sejati dalam kehidupan.

JIKA ORANGTUAMU MASIH ADA..., BERIKANLAH KASIH SAYANG DAN PERHATIAN LEBIH DARI YANG PERNAH KAMU BERIKAN SELAMA INI.
JIKA ORANG TUAMU SUDAH TIADA..., INGATLAH KASIH SAYANG DAN CINTANYA YANG TELAH DIBERIKANNYA DENGAN TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU.



andriewongso Selengkapnya...

SELAMAT DATANG